Loading...

Mengenal Desa Pajambon, Selain Lembah Cilengkrang, Ada juga Tradisi Mapag Hujan


KUNINGAN (OKE)- Empat orang mahasiswa Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) Universitas Muhammadiyah Kuningan melakukan observasi di Lembah Cilengkrang Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya.

Observasi ini untuk memenuhi  tugas terstruktur Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosbudtek dengan  Dosen Pengampu : Leni Nuraeni,S.S., M.Hum. Adapun ke orang empat mahasiswa itu adalah Sania Rohmah : 222223046, Nita Ainul Janah : 222223051 Iqbal Sabdana HWS : 222223048 dan  Muhammad Fadli : 222223061.

Sekadar informasi, satu dari sekian  obyek wisata yang menyediakan air panas alami, penutupan tajuk yang rapat dan sumberdaya alam hayati yang beraneka ragam (flora fauna) adalah Lembah Cilengkrang. Lokasi ini merupakan salah satu wisata yang sudah lama dikelola oleh masyarakat sejak tahun 2002.

Lokasi wisata Lembah Cilengkrang sangat cocok bagi usia remaja dan paruh baya (15-35 tahun) karena memiliki tantangan tersendiri. Menuju lokasi ini harus dilalui dengan tracking selama kurang lebih 3 km (45 menit-1 jam) dengan jalur yang menanjak. 

Selama perjalanan, pengunjung akan disuguhkan dengan pemandangan alam yang indah, suara kicauan burung dan hamparan pohon pinus yang menjulang tinggi. Lembah Cilengkrang berada di kawasan TNGC yang berbatasan dengan Desa Jalaksana.

Bagi pengunjung yang suka kemah, sudah disiapkan oleh pengelola untuk areal berkemah. Tentu sesuai dengan standar berkemah di kawasan konservasi yang bebas sampah. Menuju ke Lembah Cilengkrang dapat melalui dari Pasar Krucuk - Desa KramatMulya - Desa Pajambon.

HASIL OBSERVASI SOSIAL BUDAYA LEMBAH CILENGKRANG

A. Tradisi Mapag Hujan

Tradisi Mapag Hujan yaitu suatu tradisi masyarakat kampong Pasir Angin untuk memanggil hujan dengan melakukan berbagai langkah ritual. Tradisi Mapag Hujan ini juga tidak hanya berada di kampong Pasir Angin, Desa Cilengkrang Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung saja, tetapi di daerah lain di Jawabarat juga ada seperti, di Subang, Kuningan dan Purwakarta. Dari seluruh tradisi tersebut memiliki cara dan maknamasing-masing untuk melakukan ritualnya.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa tujuan penulis. Adapun tujuan itu adalah untuk mengetahui bagaimana awal mula Tradisi Mapag Hujan di Kampung Pasir Angin itu terbentuk dan untuk mengetahui Bagaimana Mitologi dalam Tradis Mapag Hujan.

Metode yang digunakan dalam penelitian Pelestarian Tradisi Mapag Hujan, peneliti menggunakan metode penelitian sejarah dengan menggunakan empat tahap, yaitu Heurstik, Kritik, Interpretasi dan historiografi.

Mapag Hujan dari zaman ke zaman memiliki tatacara tersendiri, namun seiring berkembangnya zaman, tradisi ini mengalami beberapa proses perubahan. Padamulanya tradisi ini terbentuk padamasa kolonial (1870) yang dilakukan oleh kuncen Gunung Manglayang, dan fase kedua padatahun 1900, dimana ada seorang yang kaya raya dan menjabat sebagai lurah yang sering disebut Lurah Hormat dan memiliki istri tujuh orang yang disuruh memandikan Kucing didalambak yang berbeda untuk memenuhi syarat Mapag Hujan.

 Lalu fase yang ketiga adalah Mapag Hujan dengan cara ngamandianduaucing. Cara ini diperkirakan lahir padatahun 1970 M, karena baru-baruini (sebelumtahun 2014), masyarakat masih melakukan tradisi Mapag Hujan dengan cara ngamandian ucing yang dipadukan dengan shalatistisqa . 

Selanjutnya,  pada fase ketiga hamper sama dengan fase kedua akan tetapi, dalam fase ketiga ini bukan hanya kucing yang dimandikan, akantetapi jugamenggunakan barudak (anak-anak) yang disuruh main air.

Pelaksanaan ritual mapag hujan, dilaksanakan pada hari Jum’at ketika panas matahari di titik paling panas (setelah shalat Jum’at). Masyarakat kampong Pasir Angin mulai berdatangan kerumah kokolot dengan membawa beberapa wadah nasi tumpeng yang bermakna keselamatan dan membawa alat music terbang untuk memeriahkan ingiringan (heleran) dan tak lupa juga masyarakat membawa dua ekor kucing untuk dimandikan. 

Iring-iringanpun diawali dengan berdo’a yang dipimpin oleh seorang ustad. Suara alat music terbang pun mulai dimainkan dan masyarakat pun mulai berjalan berbondong-bondong menuju kepemandian kucing. Suara gema terbang pun mulai terdengar oleh telinga dan menggetarkan hati masyarakat sekitar seolah mengajak mereka untuk bergabung.


B. Kesenian  Tradisional

Di Lembah Cilengkrang, Desa Pajambon, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, terdapat berbagai bentuk kesenian tradisional khas Sunda yang masih lestari. Beberapa kesenian yang sering ditemui di wilayah ini meliputi:

1.Wayang Golek. Wayang Golek adalah seni pertunjukan boneka kayu yang menjadi salah satu kebanggaan budaya Sunda. Wayang ini sering mengangkat cerita Mahabharata dan Ramayana dengan bahasa dan dialek Sunda.

2.Degung Sunda. Seni musik tradisional khas Sunda yang menggunakan alat musik seperti gamelan, kendang, dan suling. Degung sering dimainkan dalam acara-acara tradisional, upacara adat, dan perayaan penting masyarakat Sunda.

3.Calung dan Angklung. Kedua alat musik tradisional ini berbahan dasar bambu dan menghasilkan nada khas Sunda. Calung dimainkan dengan cara dipukul, sementara angklung digoyangkan. Keduanya sering digunakan dalam acara seni budaya dan pelestarian kesenian lokal.

4.Jaipongan. Tarian tradisional Sunda yang dinamis dan enerjik ini biasanya diiringi dengan musik gamelan. Jaipongan mengandung gerakan-gerakan yang ekspresif dan sering dipentaskan dalam acara-acara kebudayaan.

5.Reak dan Debus. Merupakan seni tradisional yang mengandung unsur magis dan kekuatan fisik. Biasanya, pertunjukan ini melibatkan aksi-aksi ekstrem seperti kebal terhadap benda tajam atau bara api

C.Norma

Lembah Cilengkrang di Desa Pajambon, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, memiliki norma-norma yang mencerminkan budaya Sunda dan pengaruh adat setempat. Berikut adalah beberapa norma sosial yang diterapkan masyarakat setempat:


1.Norma Adat dan Kearifan Lokal. Masyarakat di Desa Pejambon masih memegang teguh adat Sunda. Acara adat, seperti nadran (upacara syukuran untuk hasil panen atau hasil laut), dan berbagai acara syukuran sering diadakan sebagai bagian dari warisan budaya. Mereka menjaga kearifan lokal yang menghormati alam dan leluhur.

2.Gotong Royong dan Solidaritas Sosial. Budaya gotong royong sangat menonjol di desa ini. Masyarakat sering bahu-membahu dalam kegiatan sosial, seperti membangun rumah, membersihkan lingkungan, dan membantu acara-acara adat atau keagamaan. Kebersamaan

3.Norma Agama. Mayoritas penduduk di Pejambon adalah pemeluk agama Islam, sehingga norma agama sangat kuat dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat sering mengikuti pengajian, sholat berjamaah, dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Mereka juga menjaga tata krama dalam hal berbusana dan berperilaku sesuai nilai-nilai agama.

4.Norma Pelestarian Lingkungan. Karena Lembah Cilengkrang memiliki alam yang indah dan kaya sumber daya alam, masyarakat sekitar sangat memperhatikan pelestarian lingkungan. Mereka menjaga agar tidak terjadi perusakan, terutama di hutan, sungai, dan kawasan persawahan yang menjadi sumber kehidupan mereka.

5.Pantangan dan Larangan Tertentu . Di daerah ini terdapat celana atau larangan yang berkaitan dengan penghormatan terhadap alam dan tempat keramat. Contohnya, masyarakat dilarang membuang sampah sembarangan di daerah sungai atau tempat yang dianggap keramat, karena diyakini dapat membawa kesialan atau musibah.

6.Norma dalam Pertanian dan Kehidupan Ekonomi. Sebagai daerah pertanian, masyarakat Pejambon di Lembah Cilengkrang mengajarkan norma bertani yang menghormati siklus alam. Mereka cenderung menggunakan cara-cara tradisional yang tidak merusak tanah dan memanfaatkan sumber daya lokal dengan bijaksana, seperti pengairan yang alami dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan.


D.Bahasa

Di Lembah Cilengkrang, Desa Pejambon, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Berikut adalah karakteristik penggunaannya:


1.Bahasa Sunda. Bahasa Sunda merupakan bahasa utama yang digunakan oleh masyarakat setempat dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahasa Sunda mencerminkan identitas budaya mereka, dan masyarakat biasanya menggunakan tingkatan bahasa Sunda sesuai konteks sosial. Misalnya, bahasa Sunda halus digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau dihormati, sementara bahasa Sunda loma (kasar) digunakan antar teman atau kepada mereka yang sebaya.

2.Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia juga digunakan, terutama dalam konteks resmi atau saat berkomunikasi dengan orang dari luar desa. Di sekolah dan kegiatan formal lainnya, Bahasa Indonesia sering menjadi bahasa pengantar untuk memastikan pemahaman bersama, terutama bagi generasi muda yang terbiasa dengan keduanya.


3.Penggunaan Campuran . Dalam percakapan sehari-hari, masyarakat seringkali menggunakan campuran bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, terutama ketika berbicara dengan anak-anak atau remaja yang lebih sering terpapar bahasa Indonesia di media atau sekolah.



E. Makanan

Di Lembah Cilengkrang, Desa Pejambon, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan, terdapat beberapa makanan khas yang mencerminkan kearifan lokal dan bahan-bahan alami yang ada di sekitar daerah tersebut. Beberapa makanan khas di antaranya adalah:


1.Nasi Kasreng. Ini adalah nasi yang disajikan dengan lauk sederhana seperti ikan asin, sambal, dan lalapan. Makanan ini merupakan simbol manfaat dan sering dinikmati oleh masyarakat setempat.

2.Goreng Gebyur. Ikan sungai seperti ikan nilem atau tawes yang digoreng hingga garing dan diberi sambal gebyur (sambal khas yang pedas). Makanan ini populer di kalangan penduduk desa karena ikan sungai banyak tersedia di sekitar lembah

3.Opak. Opak adalah kerupuk berbahan dasar singkong atau beras yang diolah secara tradisional. Biasanya opak di Lembah Cilengkrang dibuat tanpa bahan pengawet dan menggunakan metode pengeringan alami di bawah sinar matahari.

4.Peuyeum Kuningan. Peuyeum atau tape singkong dari Kuningan terkenal dengan cita rasa yang manis dan segar. Proses fermentasinya unik, memberikan peuyeum rasa khas yang berbeda dari peuyeum di daerah lain.

5.Tutut atau Kijot . Ini adalah masakan dari keong sawah yang dimasak dengan bumbu pedas atau santan. Makanan ini menjadi favorit bagi masyarakat setempat karena tutut mudah ditemukan di daerah persawahan.

6.Gado-gado Kuningan. Gado-gado khas Kuningan memiliki bumbu kacang yang lebih halus dan manis dibandingkan dengan gado-gado dari daerah lain. Disajikan dengan sayuran segar dan kerupuk, gado-gado ini merupakan hidangan sehat yang digemari masyarakat setempat.

7.Colenak. Makanan berbahan dasar peuyeum yang dibakar dan disajikan dengan saus kelapa dan gula merah cair. Colenak menjadi makanan ringan favorit di desa ini, terutama sebagai camilan sore hari.


F.SEJARAH 

Desa Pajambon merupakan desa yang berada ujung barat di kecamatan kramatmulya. Sekitar tahun 1804 terjadi perebutan salah satu daerah di Desa Ragawacana, yang pada akhirnya daerah tersebut diputuskan menjadi desa baru, yaitu Desa Pajambon. Nama Pajambon diambil dari salah satu wilayah yang pernah ada di Ragawacana, yaitu Pajambuan. Pajambuan merupakan tempat yang banyak memiliki pohon jambu.

Pada awal berdirinya Desa Pajambon, yang menjadi kepala desa bernama Bapak Munaim. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, Bapak Munaim dibantu oleh beberapa orang tokoh yang disebut Buyut. Bapa Buyut merupakan julukan bagi orang-orang yang mendapat perintah dari Pangeran Aria Kamuning. Beberapa nama Buyut tersebut adalah:

1. Bapak Buyut Jambon (Ditugaskan utnuk membangun di bidang pertanian, yaitu menanam padi)

2. Bapak Buyut Jaga (Ditugaskan untuk menjaga daerah Desa Pajambon)

3. Bapak Buyut Hawuk (Ditugaskan untuk menyediakan makanan)

4. Bapak Buyut Saneb (Ditugaskan untuk memberi nasehat kepada Kuwu/Kepala Desa)

5. Bapak Buyut Kasan (Ditugaskan untuk bagian umum)

6. Bapak Buyut Syura

7. Bapak Buyut Banteng (Ditugaskan menjaga daerah ‘Pamalayan’ pada saat Sunan Bonang dari Cirebon hendak bertemu dengan ‘Kuwu’)


Semua Buyut tersebut saat ini dimakamkan di daerah Desa Pajambon. Di bawah ini merupakan lokasi pemakamanannya.


1. Bapa Buyut Jambon di kampung Kaliwon Desa Pajambon

2. Bapa Buyut Jaga di Kampung Pahing Desa Pajambon

3. Bapak Buyut Hawuk di kampung Manis Desa Pajambon

4. Bapak Buyut Saneb di Kampung Puhun Desa Pajambon

5. Bapak Buyut Kasan di Kampung Wage Desa Pajambon

6. Bapak Buyut Syura di pemakamanan ‘Astana gede’ Desa Pajambon

7. Bapak Buyut Banteng di Kampung Kaliwon Desa Pajambon


Di bawah ini merupakan daftar nama kepala Desa Pajambon, Yaitu:

1. Bapak Munaim

2. Bapak Syura

3. Bapak Munara

4. Bapak Wangsa Paringga

5. Bapak Aspan

6. Bapak Sulam

7. Bapak Adun

8. Bapak Wangsa Sasmita

9. Bapak E. Samsuri Sukarya Santana

10. Bapak A. Saepudin

11. Bapak Asari Supridi

12. Bapak Achmad Muksin

13. Bapak Asari Supriadi


Situs Sejarah Desa Pajambon


Situs sejarah yang terdapat di Desa Pajambon adalah situs Pangeran Arya Kemuning yang berada di sekitar perbatasan Desa Pajambon dengan kawasan TNGC. Sejarahnya adalah terkait dengan transisi Hindu-Budha ke Islam. Sedikit sekali data yang diperoleh tentang situs Pangeran Arya Kemuning, karena dari beberapa informan yang didatangi cenderung tidak mengetahui sejarahnya. Menurut Pak Mulyadi salah satu pengurus wisata Cilengkrang, peringatan situs Pangeran Arya Kemuning mulai luntur setelah para sesepuh Desa Pajambon sudah tidak ada.

PENUTUP

Laporan ini menggambarkan hasil observasi yang dilakukan di kawasan wisata Lembah Cilengkrang, sebuah lokasi dengan keunikan alam dan budaya yang khas. Dengan beragam flora dan fauna, sumber air panas alami, serta pemandangan alam yang asri, Lembah Cilengkrang menawarkan pengalaman wisata alam yang bernilai tinggi. Di samping itu, tradisi dan budaya masyarakat sekitar, seperti upacara Mapag Hujan, kesenian tradisional Sunda, serta norma-norma sosial yang dipertahankan, menambah daya tarik bagi pengunjung yang ingin memahami lebih dalam kearifan lokal setempat.

Observasi ini memberikan wawasan tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan budaya sebagai bentuk warisan yang berharga. Partisipasi aktif masyarakat dalam memelihara lingkungan, tradisi, serta memperkenalkan budaya lokal kepada para wisatawan, menjadi contoh baik yang patut ditiru dalam pengelolaan wisata berbasis komunitas. Laporan ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang pelestarian budaya dan ekowisata, sekaligus sebagai inspirasi bagi pengembangan potensi wisata yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di Indonesia.

Sebagai penutup, kami menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan observasi ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan pengambilan kebijakan dalam pelestarian lingkungan dan budaya di masa mendatang.


Posting Komentar untuk "Mengenal Desa Pajambon, Selain Lembah Cilengkrang, Ada juga Tradisi Mapag Hujan "