KUNINGAN (OKE)-Seberapa besar masalah mudik dan DBD?
Fenomena mudik atau pulang ke kampung halaman sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Indonesia menjelang perayaan Idul Fitri setelah satu bulan menjalankan ibadah Puasa di bulan Suci Ramadhan.
Setiap tahunnya diperkirakan sebanyak 123,8 juta orang melakukan perjalanan mudik dengan menggunakan berbagai moda kendaraan. Bahkan tahun ini diperkirakan tahun 2024 sesuai data Kementerian Perhubungan jumlah pemudik tahun ini naik sebanyak 193,6 juta orang dengan kenaikan berkisar 56% dari atau 71,7 persen dari jumlah penduduk di Indonesia.
Aktivitas mudik ini berdampak terhadap kegiatan ekonomi yang diperkirakan akan terjadi perputaran uang selama Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini diperkirakan mencapai 157,3 triliun.
Selain itu dampak sosial yang ditimbulkan dari aktivitas mudik ini adalah mempererat hubungan silaturahmi dan kekeluargaan antara pemudik dan keluarga atau kerabat di kampung halaman.
Namun demikian tidak hanya dampak positif, mudik memiliki potensi dampak negatif diantaranya adalah menyebabkan penyebaran penyakit menular.
Saat ini memang sudah tidak pandemic Covid-19 lagi tidak seperti dua tahun yang lalu, dimana mudik dibayang-bayangi dengan risiko penularan Covid-19 meski risiko penularan itu tetap ada.
Akan tetapi saat ini resiko penularan penyakit menular saat mudik yaitu peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Hal ini wajar, mengingat dalam satu bulan terakhir (bulan februari 2024) terjadi peningkatan kasus DBD di Indonesia mengalami tren peningkatan kasus berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) Kementerian Kesehatan RI.
Semula kasus DBD pada akhir Februari berkisar pada 15.977, kini telah menjadi sekitar 35 ribu kasus. Angka kasus DBD tahun ini juga diiringi peningkatan angka kematian yang juga meningkat.
Berdasarkan data Ditjen P2P Kementrian Kesehatan melaporkan bahwa hingga februari 2024, mencapai 316 orang. Bahkan jika dilihat dari distribusi kasusnya berdasarkan Laporan Kementrian Kesehatan bahwa 213 Kabupaten/Kota di Indonesia telah melaporkan terjadinya kasus sampai dengan awal Maret 2024.
Adapun kasus DBD terbanyak tercatat terjadi di Tangerang, Bandung Barat, Kota Kendari, Subang, dan Lebak.
Provinsi dengan jumlah kasus DBD tertinggi, yakni Jawa Barat dengan 10.428 kasus. Disusul Jawa Timur dengan 3.638 kasus, Jawa Tengah 3.152 kasus, Sulawesi Utara 2.763 kasus, dan Kalimantan Tengah 2.309 kasus.
Sementara distribusi kematian DBD tercatat ada 5 kabupaten ataupun kota dengan kasus kematian tertinggi, yakni Jepara, Kabupaten Bandung, Subang, Kendal, dan Blora.
Keadaan ini diperkirakan terus berlanjut sampai bulan April seiring dengan musim hujan setelah El nino dan seiring dengan tingkat mobilitas masyarakat saat mudik pada awal April sampai minggu kedua pasca idul fitri yang berlanjut dengan liburan idul fitri.
Mengenal DBD dan Kejadian Infeksi
DBD merupakan jenis penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus ini bernama virus dengue dan menular melalui nyamuk Aedes Aegypti.
Virus akan bertahan hidup di manusia yang berperan sebagai pembawa (carier) kemudian pada waktunya melalui gigitan nyamuk kemudian akan menghisap darah pada individu dengan virus dengue dan memindahkan melalui gigitan berikutnya.
Dalam konsep kejadian infeksi DBD mengenal tiga tahapan yaitu 1) interaksi, 2) proses infeksi dan 3) pola infeksi Dengue.
Pada tahap interaksi bahwa terjadinya DBD dimulai dari adanya proses interaksi antara agent (virus), host (individu manusia) dan environment (lingkungan). Agent (penyebab) ini adalah virus dengue dengan berbagai tipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4 yang semua sudah teridentifikasi di Indonesia.
Kemudian virulensi virus yang berperan melalui kemampuan virus untuk menginfeksi lebih banyak sel, membentuk virus progenik, menyebabkan reaksi inflamasi hebat dan menghindari respon imun mekanisme efektor.
Pada host (individu penjamu) risiko DBD akan meningkat pada individu dengan status gizi yang rendah, usia berisiko (balita, anak dan lansia) meskipun usia dewasa tetap risiko terjangkit, kekebalan individu dan penyakit penyerta akan memperkeruh keadaan.
Selain itu faktor lingkungan memiliki peranan sangat penting karena terkait dengan keberadaan jentik nyamuk dan nyamuk dewasa, kepadatan hunian dalam rumah dan kepadatan penduduk. Tempat perindukan jentik nyamuk yang perlu diwaspadai oleh masyarakat yaitu didalam rumah seperti vas bunga yang memiliki air, perengkap semut, gantungan baju, bak penampung dibawah lemari es dan dispenser, bak kamar mandi/wc, ember.
Sementara diluar rumah diantaranya pot tanaman, kolam di taman, talang, dak bangunan terbuka yang memiliki genangan air, tempat makan hewan peliharaan, kardus bekas, bekas alat bangunan, bekas ban, bekas wadah plastik, got semen, tong sampah dan sisa bonggol bambu.
Selanjutnya setelah terjadi interkasi antara agent, host dan environment, maka proses selanjutnya adalah proses infeksi (patogenesa) virus dengue yang meliputi infeksi sekunder, antibody dependent. Lalu, enhancement (ADE), virulensi, mediator, kompelemen, kerusakan endotel, endotoksin, non-antibody, apoptosis dan peran Human Lekocyte Antigen (HLA).
Kemudain terkahir pola infeksi dengue yang terdiri dari bergejala (simtomatik) dan tidak bergejala (asimtomatik) yang memiliki gejala tediri dari demam tidak jelas, demam dengue dengan perdarahan dan tanpa perdarahan, demam berdarah dengue (dengan kebocoran plasma) dengan DBD tanpa syok dan DBD dengan Syok dan Expanded Dengue Syndrome.
Upaya Pencegahan dan Pengendalian DBD
Penanggulanngan DBD memerlukan pengetahuan dasar masyarakat terkait penularan dan faktor risiko infeksi DBD. Pada saat mudik kesempatan yang baik untuk kita semua meningkatkan kesadaran melalui penyampaian informasi terkait kewaspadaan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.
Hal ini yang harus dilakukan oleh semua yaitu pemerinta (pusat, daerah dan termasuk Desa), masyarakat termasuk organisasi kemasyarakatan dan organisasi profesi, kader, generasi muda dan tokoh masyarakat.
Upaya yang dilakukan meliputi upaya dihulu dan dihilir, yakni upaya dihulu bagaiamana mengurangi jumlah populasi nyamuk mulai dari jentik hingga nyamuk dewasa. Upaya yang bertumpu pada pengendalian vector dalam sejarahnya di Indonesia sejak tahun 1980 yaitu larvasida, fogging fokus, kelambu dan 3M (menutup, menguras, dan mendaur ulang barang bekas).
Selanjutya, juru pemantau jentik (jumantik), pemberantasan sarang nyamuk (PSN), communication for behavioral impact (COMBI) sampai dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik atau yang dikenal sebagai G1R1J. Sehingga saat ini diharapkan semua komponen masyarakat dapat melakukan G1R1J ini agar upaya ini berhasil maka perlu bebagi peran.
Saat ini tantangan dari G1R1J daiantaranya 1) belum ada indikator G1R1J yang jelas, 2) Masyarakat belum mandiri dan belum melaksanakan G1R1J secara berkesinambungan, 2) Anggaran pelaksanaan terbatas, 3) Sistem pencatatan dan pelaporan kurang memadai, dan 4) Monitoring dan evaluasi belum berjalan secara optimal.
Sementara pengendalian dihilir maka perlu peningkatan pengetahuan masyarakat terkait tanda dan gejala DBD agar dapat mendeteksi secara dini. Fasilitas Kesehatan primer (Puskesmas, Klinik, Praktik Mandiri Dokter) dan fasilitas Kesehatan sekunder harus dapat menangani dengan seger ketika mendapatkan pasien suspect DBD mengingat beberapa daerah sudah menetapkan DBD sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Apa yang Dapat Dilakukan Pemudik?
Pemudik dapat turut mencegah terjadinya risiko KLB di Daerah dalam aktivitas mudik. Tahapan yang perlu diperhatikan adalah sebelum mudik, saat mudik dan setelah mudik (balik). Sebelum mudik maka pemudik dapat melakukan 1) mendapatkan informasi daerah (kampung) tujuan mudik sedang terjadi peningkatan kasus DBD atau tidak.
Ini penting untuk kewaspadaan, 2) menjaga Kesehatan dan kecukupan gizi anggota keluarga, dapat dilakukan dengan mengecek Kesehatan terlebih dahulu ke fasilitas Kesehatan, 3) menyiapkan daftar kontak fasilitas Kesehatan di kampung halaman untuk mengantisipasi kemungkinan membutuhkan untuk pemeriksaan kesehatan.
Saat mudik dan sudah tiba di kampung halaman, maka pemudik dapat melakukan beberapa poin yakni pertama mengajak anggota keluarga meningkatkan kesadaran untuk melakukan pemeriksaan jentik dan upaya pencegahan melalui pengendalian vector.
Poin kedua memastikan tidak ada tempat penampungan air baik dalam rumah maupun diluar rumah yang berpotensi jadi tempat berkembangbiak jentik nyamuk. Lalu, point ketiga mengingatkan pemerintah desa dan kelurahan untuk melakukan Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk secara bersama-sama dengan para perantau dan karang taruna,.
Karena pada umumnya saat libur lebaran diselenggarakan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan (seperti perlombaan, olahraga dan wisata) sehingga dapat dimanfaatkan untuk pencegahan dan pengendalian DBD. Sedangkan setelah mudik (balik) maka pemudik beberapa langkah yaitu pertama dapat menghubungi tetangga terkait kondisi tetangga dan masyarakat sekitar rumah.
Kemudian, melakukan pemeriksaan Kesehatan Kembali agar memastikan tidak terjadi penularan DBD. Dengan demikian harapannya mudik sehat silaturahmi lancar.
Penulis: Cecep Heriana, S.KM.MPH.,Ph.D
Dosen Epidemiologi, Prodi S1dan S2 Kesehatan Masyarakat, STIKes Kuningan, Ketua IAKMI Pengcab Kab. Kuningan dan lulusan Lincoln Univeristy College Malaysia
Posting Komentar untuk "Mudik dan Risiko Kejadian Luar Biasa DBD di Daerah"